Atensi Menimbulkan Reaksi dan Aksi

 

Atensi Menimbulkan Reaksi dan Aksi
Pexels.com/Timur Weber


Beberapa hari terakhir, lini masa media sosial penuh sesak oleh berita-berita yang mencengangkang. Mulai dari Agus Salim, Agus ‘Buntung’, dan yang masih hangat menjadi buah bibir adalah kasus Gus Miftah yang konon mengolok-olok seorang penjual es teh. Masifnya media sosial, membuat berita-berita itu cepat meluas, menimbulkan atensi, dan juga reaksi.

Kata ‘goblok’ yang terlontar dari mulut Gus Miftah yang terkesan mengolok-olok dan merendahkan penjual es teh langsung menuai kecaman dan sentimen negatif warganet. Banyak orang menilai diksi yang dipakai juru dakwah itu terlalu keras dan cenderung menghina. Inilah yang membuat warganet menjadi geram. Dalam kultur masyarakarat, seorang pendakwah adalah orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang agama. Ia sudah semestinya menyampaikan dakwah dengan cara yang santun, bukan sebaliknya.

Sebagian warganet menuding Gus Miftah hanya ‘menjual agama’, karena perangainya dinilai tidak mencerminkan sosok seorang pendakwah. Respon ini muncul sebagai imbas viralnya video Gus Miftah yang mengolok-olok Sunhaji, penjual es teh. Dari sini kemudian lahirlah simpatisan-simpatisan Sunhaji. Mereka merasa iba kepadanya dan menggalang dana untuk membantu perekonomian penjual es teh itu.

Hal itu kemudian menggerakkan hati banyak orang untuk berdonasi karena ikut merasa iba kepada penjual es teh. Dalam waktu semalam, Sunhaji mendadak menjadi orang kaya. Apa yang dialami oleh Sunhaji bisa disebut sebagai attention economy. Curt Steinhorst (2024) menuturkan lebih lanjut tentang attention economy, menurut Michael Goldhaber mendapatkan perhatian berarti mendapatkan semacam kekayaan yang bertahan lama, suatu bentuk kekayaan yang menempatkan Anda pada posisi yang lebih baik untuk mendapatkan apa pun yang ditawarkan oleh ekonomi baru ini.

Inilah yang terjadi pada penjual es teh. Atensi menimbulkan reaksi yang besar dan pada akhirnya menggerakkan roda ekonomi. Donasi yang terus berdatangan kepadanya adalah buah dari atensi. Di mana banyak orang bereaksi atas ucapan Gus Miftah yang dinilai sudah terlalu melewati batas sebagai pendakwah dan juga utusan presiden. Bukan hanya sampai di situ, viralnya video itu juga mendorong warganet untuk mengambil aksi nyata dengan membuat petisi agar Gus Miftah mudur dari jabatannya sebagai utusan presiden. Karena, dianggap tidak layak.

Dalam pidatonya, dengan tegas Presiden Prabowo Subianto begitu menghormati mereka yang bekerja sebagai pedagang, ojol, tukang bakso, dsb. Pidato itu menjadi begitu kontradiktif dengan apa yang dilakukan oleh Gus Miftah. Pidato Presiden Prabowo itu juga semakin membuat warganet yakin untuk memaksa Gus Miftah mundur. Melihat atensi yang begitu besar dari warganet, Gus Miftah akhirnya bereaksi dan menyatakan mundur sebagai utusan presiden pada Jumat 06 Desember 2024.

Kita hidup di era digital, era di mana segala sesuatu bisa cepat menjadi viral. Dan ketika sudah menjadi viral, berbagai respon pun muncul. Ada yang positif dan ada juga yang negarif. Viralnya video Gus Miftah begitu menuai kecaman. Banyak orang yang menyayangkan sikapnya kepada penjual es teh. Di sisi lain, video itu seakan mencerminkan watak asli seseorag. Dari potongan video itu, siapa pun bisa memberikan penilaian.

Di ruang media sosial, seseorang dengan bebas bereaksi dan menanggapi segala sesuatu tanpa terkecuali. Bahkan, tak jarang, media sosial menjadi ruang untuk menghakimi dan memberikan sanksi sosial. Gus Miftah yang banjir hujatan warganet adalah buah dari saksi sosial yang harus ia terima karena telah menghina penjual es teh. Jangan lupa segala yang viral pasti menimbulkan atensi masyarakat. Dan dari atensi akan melahirkan aksi nyata sebagai respon atas apa yang sedang terjadi.

Toni Al-Munawwar
Toni Al-Munawwar Toni Al-Munawwar adalah seorang blogger dan penulis buku. Ia mulai menekuni dunia menulis dari blog pribadinya. Beberapa tulisannya pernah dimuat media cetak dan elektronik.

Posting Komentar untuk "Atensi Menimbulkan Reaksi dan Aksi"